Sabtu, 31 Maret 2012

BREAK EVEN POINT



A.BREAK EVEN POINT


1. Pengertian Break Even Point


Sebelum menguraikan dan menjelaskan tentang biaya-biaya BEP perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian Break Even Ponit ( BEP ) itu sendiri yang ditinjau dari berbagai sudut.


Untuk lebih jelasnya akan di kemukakan mengenai pendapat beberapa ahli dalam mendefinisikan pengertian BEP

1. Dari Segi Keuangan

Menurut Bambang Riyanto ( 1995: 291 ) BEP adalah suatu tehnik analisa untukmempelajari hubungan biaya tetap, biaya variabel, laba dan volume kegiatan penjualan.

Menurut Sutrisno ( 2000 : 216 ) BEP adalah suatu kondisi dimana pada periode tersebut perusahaan tidak mendapat keuntungan dan juga tidak menderita kerugian.


2. Ditinjau dari Segi Kuantitas Produksi

Menurut T. Hani handoko ( 1984 : 307 ) BEP adalah analisa yang digunakan untuk menentukan berapa jumlah produk ( Rupiah atau unit keluaran ) yang dihasilkan agar perusahaan tidak rugi dan tidak untung.


3. Ditinjau dari Segi Biaya

Menurut Mulyadi ( 1984 : 72 ) BEP adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak merugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya, atau apabila marginal income hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.


4. Ditinjau dari Segi Laba

Menurut komarudin ( 1983 : 44 ) BEP adalah volume keseimbangan dimana besarnya penjualan tanpa diderita kerugian atau memperoleh laba dan menutup semua biaya yang telah dikeluarkan.

Break Even Volume = Biaya tetap

Hasil penjualan – biaya variabel

Volume penjualan


Berdasarkan pengertian dari berbagai sudut pandang diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian BEP ( Break Even Point ) adalah Suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan untuk menentukan jumlah produk dalam Rupiah atau unit perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. (penghasilan = total biaya).


2. Manfaat Break Even Point


Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalm mengambil keputusan mengenaihal-hal sebagai berikut:

1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba

2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan

4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengert


3.Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )


1.Break Even Chart


Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan produksi, perpotongan kedua kurva adalah “titik kembali pokok” ( titik yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya ).


2. Break Even Equation


Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :

Penjualan pada titik kembali pokok = FC

1- Pct VC

Keterangan :

FC = biaya tetap

Pct VC = Persentase biaya variabel terhadap penjualan


3.Break Even Function


Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :

FC

S =

( 1 – VC )

Keterangan :

S = Jumlah penjualan

FC = Biaya tetap

VC = Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.


4.Jenis Biaya Berdasarkan Break Even Point.


Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Variabel Cost (biaya Variabel)


Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.


2. Fixed Cost (biaya tetap)


Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.


3. Semi Varibel Cost


Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap untuk range atau volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi.


5.Menentukan Break Even Point (BEP)


Menyusun perhitungan BEP,kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu :


1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali


2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan


3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli


Rumus Analisis Break Even :


BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)

Keterangan :

- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang diproduksi.

- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah barang yng diproduksi.


Contoh 1.

Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.


Contoh 2 :

Pada Kasus CV. Donut Kotak
Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)

Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-





6.Analisis Break Even Point


Analisis BEP dapat memberikan hasil yang memadai, apabila asumsi berikut terpenuhi :


1.Perilaku penerimaan dan pengeluaran dilukiskan dengan akurat dan bersifat sepanjang rentang yang relevan

2.Biaya dapat dipisahkan antara biaya tetap dan biaya variable

3.Efisiensi dan produktivitas tidak berubah

4.Harga jual tidak berubah

5.Biaya- biaya tidak berubah

6.Bauran penjualan akan konstan

7.Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persediaan
awal dan persediaan akhir


Pendekatan dalam mengitung BEP:


1.Pendekatan Persamaan

2.Pendekatan Marjin Kontribusi

3.Pendekatan Grafik


Pendekatan persamaan:


1.Y=cx – bx – a

2.Y = laba

3.c = harga jual per unit

4.x = jumlah produk

5.b = biaya variabel satuan

6.a =biaya tetap total

7.cx = hasil penjualan

8.bx = biaya variabel total

9.X(BEP dalam unit) = a/(c-b)

10.CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 – b/c)


Biaya Tetap Vs Biaya Variabel


Dalam hubungannya dengan volume produksi :

(1)Biaya Variabel

Karakteristik:
_ biaya berubah total sebanding perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan (biaya
satuan konstan)


Contoh dalam perusahan furniture

_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri


Dalam hubungannya dengan volume produksi :
(2)Biaya Tetap
Karakteristik :
_ Totalitas tidak berubah terhadap perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan berbanding terbalik terhadap perubahan volume kegiatan


Contoh dalam perusahan furniture

_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur


Dengan metoda

1. Pendekatan Persamaan
2. Pendekatan Marjin Kontribusi
3. Pendekatan Grafik


Pendekatan Margin Kontribusi


_ Mengurangkan nilai penjualan total (total revenue =TR) dengan biaya variabel total (total Variabel cost = TVC)

_ Mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel per unit guna
menghitung margin kontribusi per unit.

Pada Kasus CV. Donut Kotak

Harga Jual per unit Rp. 5.000

Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)


Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi

_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-


7.Formulasi Break Even Point yang dikembangkan.


Break even point adalah titik dimana perusahaan belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:

BEP -> TR = TC

TR = Total Revenue

TC = Total Cost


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Sales, Cost, Volume, Profit termasuk waktunya, kita coba kembangkan formula sederhana di atas sehingga menjadi lebih flexible dan bisa beradaptasi dengan situasi yang berbeda-beda, yaitu dengan membentuk persamaan linear sederhana seperti dibawah ini:


TR = TC

TR – TC = 0

Karena TR adalah untuk “Total Revenue” maka TR dapat kita turunkan menjadi :

TR = Unit Price x Qty


Sedangkan TC stand for “Total Cost”, yang mana kita semua tahu bahwa dalam Cost Accounting, cost itu ada 2 macamnya, yaitu: “Variable Cost” dan “Fixed Cost”, maka

turunan dari TC adalah:

TC = Variable Cost + Fixed Cost

Dari formula di atas kita turunkan lagi menjadi:

TC = [Qty x Unit Variable Cost] + Fixed Cost

Semua elemen yang ada sudah habis diturunkan, selanjutnya membuat persamaan linear

secara penuh untuk kondisi “Break Even Point”:

TR - TC = 0

[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau

[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost

QTY x [Unit Price – Unit Pariabel Cost ] = Fixed Cost


8.Determinasi Elemen-Elemen Break Even Point


Setelah mempunyai formula, yang elemen-elemenya terdiri: Revenue (R), Quantity (Qty), Unit Price, Variable Cost, Unit Variable Cost, dan Fixed Cost.

Selanjutnya adalah mendeterminasi (menentukan) masing-masing elemen tersebut.


Revenue (R): adalah pendapatan, yang dalam perusahaan manufactur biasanya didominasi oleh Sales, yang mana Sales adalah jumlah terjual (Qty=Quantity) dikalikan dengan unit price product yang akan terjual.


Quantity (Qty): adalah jumlah barang yang akan dijual, yang dalam perusahaan manufactur tentunya diproduksi terlebih dahulu.


Unit Price: adalah harga per unit dari barang yang akan dijual.


Variable Cost: adalah cost yang timbul akibat diproduksinya suatu product (barang), artinya segala yang cost yang terjadi untuk memproduksi suatu barang. Seperti sebutannya “Variable Cost”, akan berubah-ubah mengikuti jumlah product yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah yang diproduksi semakin bedar juga variable cost-nya, begitu juga sebaliknya.

Jika kita lihat pada Laporan Laba rugi nantinya, variable cost akan tergolong ke dalam kelompok “Cost of Good Sales”, yang pada perusahaan manufacur umumnya terdiri dari: Bahan Baku (Raw Material), Bahan Penolong, Cost Tenaga Kerja Langsung (Direct labor Cost) dan Ovear Head Cost yang biasanya terdiri dari penyusutan Gedung Pabrik, Penyusutan Mesin (Machineries) yang menggunakan unit production output, Maintenance, Listrik (electricity), Pengiriman (Delivery & Services), dll.


Unit Variable Cost: adalah besarnya variable cost yang ditimbulkan untuk membuat satu unit produk tertentu, yang besarnya diperoleh dengan cara membagi total variable cost (Variable Cost) dengan jumlah product yang dibuat (qty).


Fixed Cost: adalah cost yang akan terjadi akibat penggunaan sumber daya tertentu yang penggunaannya tanpa dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk yang diproduksi. Dengan kata lain: berapapun jumlah product yang dibuat, fixed cost yang akan dibuat, costnya relative sama, bahkan tidak berproduksi sekalipun cost ini akan tetap terjadi. Seperti sebutannya, fixed cost sifatnya relative stabil, tidak dipengaruhi oleh production output. Adapun jenis-jenis cost yang terjadi biasanya yang ada pada kelompok Biaya Operasional (Operating Expenses: Payroll, Office Supplies), Lease Hold (Hak Sewa), termasuk penyusutan-penyusutan dan amortisasi yang menggunakan metode garis lurus.


• Graphical Approach

Secara grafis titik break even ditentukan oleh persilangan antara garis total revenue dan garis total cost.


9.Keterbatasan Analisis Break Even Point


Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini at dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual dalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan.


Oleh sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even mempunyai limitasi-limitasi tertentu, yaitu:

Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu

Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan

Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu

Sales mix adalah konstan


Berdasarkan limitasi-limitasi tersebut, BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila:

1. Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas atau sebaliknya.


2. Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser BEP keatas atau sebaliknya.


3. Perubahan dalam sales price per unit

Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.


4. Terjadinya perubahan dalam sales mix

Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah.


10.Asumsi-Asumsi Dasar Analisa Break Even Point :


Beberapa asumsi yang berpengaruh dalam analisa break even menurut Mulyadi (1993, p. 259) adalah sebagai berikut :


a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
d. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
e. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
h. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya


11. Kelemahan Analisa Break Even Point.


Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisabreak even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.


1.Asumsi tentang linearity


Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.


2. Klasifikasi biaya


Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.


3 Jangka waktu penggunaan


Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun. Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus dicapai menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi yang bertambah besar juga.


12.Metode Break Event Point :


a. Pendekatan Grafik .Break Event Point terjadi pada titik persilangan antara garis pengahasilan penjualan dan garis total biaya.

b. Metode Trial and Erorr

c. Pendekatan Matematis


13.Faktor-faktor yang mempengaruhi BEP :


Faktor Langsung

1. Biaya Produksi

2. Harga


Faktor Tidak Langsung

1. Jumlah Produksi : Jumlah produksi akan mempengaruhi biaya variable


Kegunaan Analisis Break Even Point


Analisi break even point dapat di gunakan untuk membantu menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan. Adapun kegunaan yang lain adalah:


1. Menetapkan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mngalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.


2.Menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Berarti , tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.


3.Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak kurang dari titik impas atau break even point,tingkat produksi tidak dibawah tingkat impas.


4.Menganalisa perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan pada tingkat produksi tertentu.


5.Memudahkan perusahaan dalam pemberian data pada pihak luar perusahaan mengenai biaya, volume produksi, harga jual dan tingkat penjualan.


6.Sebagai pertimbangan dalammengambil keputusan untuk memproduksi produk baru yang kiranya mampu menghasilkan laba besar.


Jadi, Analisa break even point ini memberikan beberapa kegiatan secara langsung bagi perusahaan dalam operasinya, yaitu :

1.Dasar dalam perencanaan pengembangan perusahaan

2. Alat pengendalian budget

3. Alat perencanaan laba.



B.Margin of Safety


1.Pengertian Margin Of Safety


Margin of Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh volume pejualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi atau dengan kata lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang dianggarkan, yang tidak mengakibatkan kerugian.


Margin of safety dalam hubungannya dengan analisis break even yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.


Formulasinya adalah sebagai berikut:

M/S = (Budget sales – BEP)/ Budget sales


Budget Sales adalah jumlah penjualan yang telah ditargetkan.

1.Alat perencanaan untuk hasilkan laba

2.Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

3.Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan.


Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.


Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :


1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.

2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.

3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.


Menurut Harahap (2004) Dalam analisa laporan keuangan kita dapat menggunakan rumusbreak even point untuk mengetahui :

1. Hubungan antara penjualan biaya dan laba.

2. Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.

3. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.

4. Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.


Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.


Mencari Margin of Safety :


Sales budget/rencana penjualan = 50.000.000

Penjualan per BEP = 37.500.000

= 133,33%

Hal ini berarti bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih dari 133,33% dari penjualan break even point.

33,33% x Rp 37.500.000 = Rp. 12.500.000,-


Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.

Atau bisa juga dihitung :

(sales budget – sales BE)/sales budget

(Rp. 50.000.000 – Rp. 37.500.000)/Rp.50.000.000 = 25%

Artinya penjualan tidak boleh turun lebih dari 25% penjualan yang direncanakan.

25% x Rp. 50.000.000 = Rp. 12.500.000,-

Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.



C.Degree of Leverage ( DOL )


1.Pengertian DOL


Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS, sehingga dapat disimpulkan maksud dari analisis financial leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS. Semakin besar dana yang berasal dari luar yang disertai dengan beban keuangan tetap, maka akan semakin besar pula beban keuangan yang harus dibayar.


Menurut Warsono (2003:217) ada 2 macam biaya keuangan tetap yang dapat ditemukan dalam perusahaan, yaitu :

1.Bunga atas utang, dan

2.Dividen saham preferen.


Kedua biaya tersebut harus tetap dibayar tanpa menghiraukan jumlah EBIT yang tersedia untuk membayarnya.


Leverage operasi

Menurut warsono (2003:213) operating leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan potensial biaya-biaya operasi untuk memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan terhadap laba sebelum bunga dan pajak perusahaan. Berarti, analisis leverage operasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap EBIT.


kas efeknya jumlah tertentu leverage operasi memiliki pada pendapatan perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Operasi memanfaatkan, melibatkan dan menggunakan sebagian besar biaya tetap untuk biaya variabel dalam operasi perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage operasi, angka itu lebih baik tidak stabil EBIT akan relatif terhadap perubahan diberikan dalam penjualan, semua hal lain tetap sama.


Rumusnya adalah sebagai berikut :

DOL = % perubahan EBIT

% perubahan penjualan

Rasio ini berguna karena membantu pengguna dalam menentukan efek yang tingkat tertentu memiliki operating leverage pada potensi pendapatan perusahaan.Resiko ini juga dapat di gunakan untuk membantu perusahaan menentukan tingkat yang paling tepat leverage operasi dalam rangka memaksimalkam EBIT perusahaan.


2.Tingkat DOL (Degree Of Leverage)


Perusahaan yang memiliki derajat yang lebih besar memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari biaya tetap. Dan dengan demikian, mereka cenderung memiliki lebih besar impas poin dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki leverage. Keuntungan memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa volume penjualan suatu perusahaan meningkat melampaui titik impas, marjin yang meningkat. Kerugian dari memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa karena titik impas yang lebih tinggi, yang berarti bahwa perusahaan yang dibutuhkan untuk mencapai volume penjualan yang lebih tinggi untuk mencapai titik impas.


Pada kondisi baik ketika penjualan tinggi, lebih tinggi tingkat leverage yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Pada zaman buruk ketika penjualan tidak baik, perusahaan dapat meminimalkan kerugian dengan memiliki tingkat lebih rendah dari leverage.


3.Masalah Finansial Leverage


Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan meggunakan dana dengan beban tetap, seperti halnya masalah operating leverage baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) .


4.Rasio Leverage.


Rasio leverage ada 2 macam :

1. Rasio utang terhadap ekuitas

Untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan uang yang dipinjam, kita dapat menggunakan beberapa rasio utang (debt ratio) yang berbeda. Rasio utang terhadap ekuitas dapat dihitung dengan membagi total hutang perusahaan (termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham.

Rumus :

Rasio hutang terhadap ekuitas = total hutang : ekuitas pemegang saham


2. Rasio hutang terhadap total aktiva

Rasio hutang terhadap total aktiva didapat dari membagi total hutang dalam perusahaan dengan total aktivanya. Rumus :

Rasio hutang terhadap total aktiva = total hutang : total aktiva

Perhitungan Tingkat Leverage operasi secara aljabar

Tingkat leverage operasi = perubahan presentase laba operasi

perubahan % unit yang terjual

atau pendapatan total


Contoh Soal :

Diketahui

Mesin A Mesin B

Penjualan 2.500.000 2.500.000

Biaya Variabel 2.500.000 2.500.000

Kontribusi Margin 2.000.000 1.500.000

Biaya Tetap 500.000 1.000.000

EBIT 100.000 500.000


1. Berapakah degree of operating leverage (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A?

Jawab :

Degree of Operating Leverage (DOL)

DOL = S-BV = Qx(P-V) Dimana:

S-BV-T Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

Pemecahan:

DOL = S-BV = Qx(P-V)

S-BV-T Qx(P-V)-BT

DOL = 00x(5000-4000) = 1,25

5000x(5000-4000)-100.000


2. Berapakah degree of operating (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin B?

Jawab :

Degree of Operation Leverage (DOL)

DOL = S-BV = Qx(P-V) Dimana:

S-BV-T Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

Pemecahan:

DOL = S-BV = Qx(P-V)

S-BV-T Qx(P-V)-BT

DOL = _500x(5000-3000) = 2

5000x(5000-3000)-500.000


3. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 100.000 dan beban pajak 40%?

Jawab :

Degree of Financial Leverage (DFL) Dimana:

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

I= biaya bunga


4. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv.Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 300.000 dan beban pajak 40%?

Jawab :

Degree of Financial Leverage (DFL)

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT Dimana:

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

I= biaya bunga

Mesin A

Penjualan 2.500.000

Biaya variabel 1.500.000

Kontribusi margin 1.000.000

Biaya tetap 500.000

EBIT 500.000

Biaya bunga 300.000

EBT 200.000

Pajak 40% 80.000

EAT 120.000

Pemecahan:

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I

DFL = _500.000 = 2,5

500.000-300.000


KESIMPULAN


Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.

Margi of safety dalam hubungannya dengan analisis break even point yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjuala agar perusahaan tidak menderita kerugian.

Dan Financial Leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS.


SUMBER

1.shelmi.wordpress.com/2009/03/30/break-even-point/

2.organisasi.org/pengertian_definisi_dan_rumus_bep_break_even_point_ilmu_ekonomi_studi_pembangunan

3.andicarissa.wordpress.com/.../break-even-point-bep-sebagai-dasar-.

4. organisasi.org/pengertian_definisi_dan_rumus_bep_break_even_poi...



Senin, 19 Maret 2012

Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja

Pengertian Modal Kerja

Pada laporan tahunan perusahaan, modal kerja didefinisikan sebagai aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Jhon Fred Weston dan Thomas E.Copeland (1996 : 327) menjelaskan bahwa modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai, surat berharga, piutang dan persediaan, dikurangi dengan kewajiban lancar yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar atau sejumlah dana yang terikat dalam unsur-unsur aktiva lancar dan pada umumnya akan berputar dalam periode tertentu dan diharapkan akan kembali dalam periode tertentu juga.

Menurut Munawir S (1995 : 114), ada tiga konsep atau definisi modal kerja yang umum dipergunakan ), yaitu:

1.Konsep kuantitatif

Konsep ini Menitik beratkan kepada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin atau menunjukkan jumlah dana yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar.
Konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja, apakah modal kerja dibiayai para pemilik, hutang jangka pendek, sehingga dengan modal kerja yang besar tidak apat mencerminkan tingkat keamanan para kreditur jangka pendek yang besar juga. Bahkan menurut konsep ini dengan adanya modal kerja yang besar tidak menjamin kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan.

2.Konsep Kualitatif

Konsep ini menitik beratkan pada kualitas modal kerja, pengertian modal kerja dalam konsep ini adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang lancar. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari hutang lancar dan menunjukkan pula tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin kelangsungan operasi dimasa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan lainnya.

3.Konsep Fungsional

Konsep ini menitik beratkan pada fungsi dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Pada dasarnya dana yang dimiliki oleh perusahaan sepenuhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba, ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Misalnya bangunan, pabrik, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya.


Ada 2 konsep utama modal kerja menurut James C. Van Horn dan John M. Wachowicz, Jr. (1997 : 214) yaitu :

1.Modal Kerja Bersih, yaitu perbedaan jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Konsep ini merupakan ukuran sejauh mana perusahaan dilindungi dari masalah likuiditas.

2.Modal Kerja Kotor, yaitu Investasi perusahaan dalam aktiva lancar (seperti kas, sekuritas, piutang, dan persediaan).




Jenis-jenis Modal Kerja

Modal kerja merupakan kekayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatan perusahaan sehari-hari. Modal kerja ini akan selalu berputar sedangkan aktiva lancar yang umumnya akan menjadi uang kas dalam suatu periode akuntansi.

Menurut W.B. Taylor (1995 : 61), jenis-jenis modal kerja dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:

1.Modal Kerja Permanen, yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
* Modal Kerja Primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.
* Modal Kerja Normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.

2. Modal Kerja Variabel, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan sesuai perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara:
* Modal Kerja Musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
* Modal Kerja Siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan Karena fluktuasi konjungsi.

3.Modal Kerja Darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan ekonomi mendadak).




Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Modal Kerja

Modal kerja yang cukup memang sangat penting bagi suatu perusahaan. Menurut Munawir S (1995 : 117) untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup oleh suatu perusahaan bukanlah hal yang mudah.

Modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1.Sifat atau tipe dari perusahaan


Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri, karena untuk perusahaan jasa tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai untuk membayar pegawainya maupun untuk membiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaan-penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya dapat ditagih dalam waktu yang relatif pendek. Sifat dari perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan pelayanan atau jasanya kepada masyarakat.
Sedangkan untuk perusahaan industri, keadaan sangatlah ekstrim karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam operasinya sehari-hari.

2.Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga persatuan barang tersebut.


Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai barang tersebut dijual. Karena semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu pokok persatuan barang untuk mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan.

3.Syarat pembelian bahan atau barang dagang


Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan dibutuhkan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian yang menguntungkan, semakin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan atau barang dagangan, sebaliknya bila pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula.

4.Syarat penjualan


Semakin lunak kredit yang digunakan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besar jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil adanya piutang yang tidak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada pembeli, karena dengan begitu pembeli akan tertarik untuk membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut.

5.Tingkat perputaran persediaan


Tingkat perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli atau dijual kembali. Semakin tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan pekerjaan secara teratur dan efisien. Selain itu semakin cepat atau semakin tinggi perputaran akan semakin memperkecil resiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.




Langkah-langkah Dalam Analisis Sumber Dan Penggunaan Modal Kerja


Laporan tentang perubahan modal kerja akan memberikan gambaran tentang bagaimana manajemen mengelola perputaran atau sirkulasi modalnya. Laporan ini akan dapat memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan yang mungkin timbul baik dari pihak manajemen, para pemegang saham, kreditur, maupun pihak-pihak lainnya.


Adapun langkah-langkah dalam penyusunan laporan sumber dan penggunaan modal kerja menurut Bambang Riyanto (1995:355) adalah sebagai berikut :

1.Menyusun laporan perubahan modal kerja, laporan ini menggambarkan perubahan dari masing-masing unsur modal kerja antara dua titik waktu. Dengan laporan tersebut dapat diketahui adanya kenaikan atau penurunan modal kerja dan besarnya perubahan modal kerja.

2.Mengelompokan perubahan-perubahan dari unsur-unsur non current accaounts antara dua titik waktu tersebut kedalam golongan yang mempunyai efek memperbesar modal kerja dan golongan yang mempunyai efek memperkecil modal kerja.

3.Mengelompokan unsur-unsur dalam laporan laba ditahan kedalam golongan yang perubahannya mempunyai efek memperbesar modal kerja dan golongan yang mempunyai efek memperkecil modal kerja.

4.Berdasarkan informasi diatas dapatlah disusun laporan sumber-sumber dan penggunaan modal kerja.


Sumber Modal Kerja

Menurut Djarwanto (2005:95), pada umumnya sumber-sumber modal kerja berasal dari :


a. Pendapatan Bersih


Surat-surat berharga yang merupakan salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan dari penjualan tersebut akan timbul kentungan. Penjualan surat berharga ini akan menyebabkan perubahan pos aktiva lancar dari pos-pos “surat-surat berharga” menjadi pos kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan ini merupakan sumber dari modal kerja.

b. Penjualan Aktiva Tidak Lancar


Hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan merupakan sumber lain yang menambah modal kerja. Perubahan aktiva tidak lancar tersebut menjadi kas akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut.


c. Penjualan Saham atau Obligasi


Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta pada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya.


d. Dana Pinjaman dari Bank


Dana pinjaman jangka pendek bagi perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan modal kerja musiman siklus, darurat dan lain-lain


e. Kredit dari suplier


Material barang-barang, supplies dapat dibeli atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu hutang dilunasi, perusahaan tersebut memerlukan sejumlah kecil modal kerja.


Dan pada dasarnya, sumber modal kerja terdiri dari dua pokok, yaitu:


a.Bagian yang tetap atau bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan.

b.Jumlah modal kerja yang variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas musiman dan kebutuhan-kebutuhan diluar aktivitas yang biasa.



Sumber-sumber modal kerja dapat ditambah apabila :


1) Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan.


2) Adanya pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar.


3) Adanya penambahan hutang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotik atau hutang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar.



Penggunaan Modal Kerja



Penggunaan modal kerja akan mengakibatkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan.


Kekurangan modal kerja disebabkan :

1)Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan.


2)Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat-surat berharga atau efek, maupun kerugian insidentil lainnya.


3)Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan tertentu dalam jangka panjang.


4)Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar atau timbulnya hutang lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja.


5)Pembayaran hutang-hutang jangka panjang yang meliputi hutang hipotik, hutang obligasi maupun bentuk hutang lainnya, serta penarikan atau pembelian kembali saham perusahaan yang beredar, atau adanya penurunan hutang jangka panjang diimbangi dengan berkurangnya aktiva lancar.


6)Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Dengan kata lain adanya penurunan sektor modal yang diimbangi dengan berkurangnya aktiva lancar atau bertambahnya hutang lancar dalam jumlah yang sama.

Disamping penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja tersebut, ada pula pemakaian aktiva lancar yang tidak merubah jumlahnya baik jumlah modal kerjanya maupun jumlah aktiva lancarnya itu sendiri, yaitu penggunaan modal kerja atau aktiva lancar yang hanya menyebabkan atau mengakibatkan berubahnya bentuk aktiva lancar (modal tidak berubah), misalnya :
- Pembelian efek secara tunai.
- Pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai.
- Perubahan suatu bentuk piutang kebentuk piutang lainnya.


Kelebihan modal kerja disebabkan :

1.Pengeluaran obligasi atau saham dalam jumlah yang besar

2.Penjualan aktiva tak lancar yang tak diganti

3.Terjadinya laba operasi yang tidak digunakan untuk pembayaran deviden

4.Akumulasi sementara dari berbagai dana yang disediakan investasi-ekspansi.


Pengukuran efektivitas modal kerja


Di dalam mengadakan interprestasi, dan analisa efektifitas modal kerja suatu pekerjaan, seorang analisis keuangan memerlukan suatu ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan rasio adalah merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolute, untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan financial.


Menurut Djarwanto (2005:146) macam-macam rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa, maupun pada dasarnya angka-angka rasio yang ada dapat digolongkan kedalam kedua kelompok yaitu :


a. Rasio yang berdasarkan sumber data keuangan
1) Rasio-rasio neraca (balance sheet ratio)
Yang tergolong didalam kategori ini adalah semua rasio yang semua datanya diambil atau bersumber pada neraca, misalnya current ratio


2) Rasio-rasio laporan laba – rugi yang dalam penyusunan semua datanya diambil dari laporan laba – rugi, misalnya gross profit margin, net operating margin, operating ratio.


3) Rasio-rasio antar laporan (inter statement)
Yaitu semua angka rasio yang penyusunan datanya berasal dari neraca dari data lainnya dari laporan laba – rugi, misalnya tingkat perputaran persediaan (inventory turn over), tingkat perputaran piutang (account receivable turnover), sales to inventory, sales to fixed asset.


b. Angka-angka rasio keuangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1) Rasio Likuiditas digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.


2) Rasio Leverage mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang serta menilai sampai sejauh mana sumber pembiayaan perusahaan berasal dari pinjaman.


3) Rasio Aktifitas mengevaluasi kemampuan serta efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya.


4) Rasio Profitabilitas mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.

Oleh karena itu berdasarkan tujuan dari penganalisaan dalam penulisan ini maka disini hanya akan diterangkan mengenai rasio profitabilitas. Ratio ini sangat membantu bagi manajemen untuk mengecek efektifitas modal kerja yang digunakan dalam perusahaan.
Selain itu juga penting bagi kredit jangka panjang dan para pemegang saham yang ingin mengetahui prospek pembayaran bunga dan deviden di masa yang akan datang.


Untuk mengetahui semua itu perlu angka-angka rasio yang ada hubungannya dengan modal kerja, serta hasil yang ingin dicapai sebagai akibat dari penggunaan modal kerja tersebut. Rasio yang berhubungan erat dengan modal kerja dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan.


Cara-cara Mengestimasi Kebutuhan Modal kerja


Dengan tersedianya modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaanuntuk beroperasi secara ekonomis, efisien, clan terhindar dari resiko kesulitanlikuiditas. Untukmenentukan modal kerja yang cukup pada suatu perusahaan perluterlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya modal kerja.


Menurut Bambang Riyanto, besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutamatergantung kepada dua faktor, yaitu :

1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja, dan


2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.


Periode perputaran yang tetap, dengan makin besarnya jumlah pengeluarankas setiap harinya mengakibatkan jumlah kebutuhan modal kerja menjadi semakin besar pula. Jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, dengan makin lamanyaperiode perputarannya mengakibatkan jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalahsemakin besar.


Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja adalah merupakankeseluruhan jumlah dari periode-periode aktivitas perusahaan yang meliputi jangkawaktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamanyaproses produksi, lamanya barang jadi simpanan di gudang dan jangka waktupenerimaan piutang. Pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kasrata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahanpembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya-biaya lainnya.


Periode perputaran

Lamanya proses produksi = 10 hari

Lamanya barang disimpan di gudang = 10 hari

Jangka waktu penerimaan piutang = 10 hari

Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja = 30 hari


Pengeluaran setiap harinya

Bahan mentah = Rp. 4.000,-

Bahan pembantu = Rp. 2.000,-

Upah buruh = Rp. 3.000,-

Pengeluaran-pengeluaran lain = Rp. 1.000,-

Jumlah pengeluaran setiap harinya = Rp.10.000,-

Kebutuhan modal kerja bagi perusahaan yang menjalankan aktivitas usaha setiapharinya untuk dapat menjamin kontinuitas usahanya dibutuhkan modal kerja sebesarminimal Rp. 10.000 x 30 = Rp. 300.000,-


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kebutuhan modal kerjaperusahaan dapat di bedakan dalam 2 kategori kebutuhan yaitu : kebutuhan yangbersifat permanen dan kebutuhan yang bersifat musiman atau dikenal sebagaikebutuhan variabel. Kebutuhan modal kerja variabel akan berubah-ubah sesuaidengan kebutuhannya diatas kebutuhan permanen. Hal ini bisa terjadi misalnya jikasuatu saat terjadi kenaikan permintaan barang sehingga diperlukan tambahan dana.Kebutuhan yang bersifat temporer ini perlu diestimasikan agar perusahaan dapatterhindar dari resiko kesulitan likuiditas


Ada 3 pendekatan yang dibutuhkan untuk membelanjai kebutuhan dana yangbersifat campuran (financing mix) yaitu :

1. Aggresive approach

2. Conservative approach

3. Trade-off keduanya.


Pendekatan yang bersifat agresif kebutuhan dana jangka pendek dibelanjaidengan sumber dana jangka pendek dan kebutuhan dana jangka panjang dibelanjaidengan sumber dana jangka panjang. Kebutuhan dana yang bersifat variabel ataumusiman dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Sedangkan pembelanjaanpermanen dipenuhi dari sumber dana jangka panjang. Berdasarkan pendekatan iniperusahaan harus memiliki net working capital dalam jumlah yang sama denganbagian current assets yang dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang. Strategiini mengundang resiko karena harus mempertahankan net working capital yang rendah.


Namun demikian, profit yang diperoleh dalam jumlah yang tinggi karena total costnya yang rendah.Berdasarkan pendekatan konservatir, semua kebutuhan dana dibelanjaidengan sumber dana jangka panjang dan sumber dana jangka pendek digunakanhanya dalam keadaan darurat.


Rasio-Rasio Modal Kerja


Rasio modal kerja di perlukan untuk menganalisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan. Hasil dan analisa ini merupakan dasar untuk dapat menginterpretasikan kondisi kuangan dan hasil operasi perusahaan.


Analisa rasio ini berguna juga bagi pihakperusahaan untuk membantu manajer dalam membuat evaluasi mengenai hasiloperasi, memperbaiki kesalahan yang terjadi akibat penyimpangan atas rencanayang telah disusun dan menghindari hal-hal lain yang bersifat merugikanperusahaan.Banyak macam rasio yang dapat dihitung dari informasi yang terdapat dalamlaporan keuangan.


Rasio dapat dikelompokkan menjadi dua golongan.

1.Rasio yang didasarkan pada sumber data keuangan dan

2. Rasio yang disusun berdasarkan tujuan penganalisa dalam mengevaluasi perusahaan.



Berdasarkan sumber datanya, rasio-rasio dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

1.Ratio-ratio neraca (balance sheet ratios) yaitu ratio-ratio disusun dari data

yang berasal dari neraca, misalnya ratio lancar (current ratio), ratio tunai(quick ratio), ratio modal sendiri dengan total aktiva, ratio aktiva tetapdengan hutang jangka panjang dan sebagainya.


2. Ratio-ratio laporan laba rugi (income statement ratios), yaitu ratio-ratio yangdisusun dari data yang berasal dari laporan perhitungan laba rugi, misalnyaratio laba bruto dengan penjualan netto, ratio laba usaha dengan penjualannetto, operating ratio, dan lain sebagainya.


3.Ratio-ratio antar laporan (intern statement ratios), yaitu ratio-ratio yangdisusun dari data yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi , misalnyaratio penjualan netto dengan aktiva usaha, ratio penjualan kredit denganpiutang rata-rata, ratio harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata,dan lain sebagainya.


Dari sejumlah rasio-rasio yang dipergunakan sebagai alat analisa laporan keuangan. Adapun rasio tersebut adalah :


1. Ratio Likuiditas


Rasio likuiditas adalah ‘rasio yangmengukur kemampuan yang segera harus dipenuhi’. Karena peranan likuiditas itu dianggap begitu penting, maka sering pula dikatakan bahwa likuiditas memberikan kesan pertama tentang baik buruknya suatu perusahaan.


Rasio untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) ini terdiri dari:

a.Rasio Lancar (Curent Ratio) adalah jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar.

Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung current ratio adalah

Current ratio = aktiva lancar : hutang lancar x 100 %



b. Rasio Cair (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)Pada umumnya persediaan barang dianggap memerlukan waktu yang relatif lama untuk dapat direalisir rnenjadi uang kas. Misalnya persediaan bahan baku harus dibuat menjadi barang jadi, kemudian dijual secara kredit sehingga menimbulkan piutang dan selanjutnya piutang ditagih menjadi uang kas.

Untuk mendapatkan kepastian yang lebih jelas tentang kemampuan suatuperusahaan dalam mambayar hutang lancarnya perlu dihitung acid test ratio atausering disebut rasio cair. Acid test ratio adalah perbandingan antara harta lancer yang paling cepat dapat diuangkan seperti : kas, surat berharga dan piutangdagang, dengan hutang lancar.


Dengan demikian rumusan yang dapat di pakai adalah :

Acid test rasio = aktiva lancar - (persediaan di bayar dimuka+biaya di bayar di muka) /hutang lancar


Rasio ini lebih tajam dari rasio lancar karena hanya membandingkan harta yang sangat mudah diuangkan dengan hutang lancar. Jika current ratio menaik mencapai 200 % tetapi acid test ratio rendah. Disebabkan sebahagian besar dana modal kerja diinvestasikan dalam persediaan. Sebaliknya jika current ratio rendah sedangkan acid ratio tinggi, berarti sebahagian besar dan modal kerja diinvestasikan pada kas, piutang dagang, dan surat-surat berharga.


Mengenai besarnya acid test ratio belum ada ketentuan yang mutlak, namunsebagai pedoman dapat dikemukakan pendapat berikut :

Apabila kita menggunakan acid test ratio untuk menentukan tingkat likuiditas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai quick ratio kurang dari 1 : 1 atau 100 %dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya.Akan tetapi perlu diingat, tidak ada satupun nilai rasio cair 1 : 1 yang spesifik dan sesuai bagi semua perusahaan rasio cair 1 : 1 sebaiknya dipandang hanya sebagai suatu efek yang segera dapat diuangkan.


Rasio kas ini dapat dirumuskan sebagaiberikut :

Cash Rasio = kas + bank + efek : hutang lancar x 100% =....%


Semakin tinggi cash ratio berarti jumlah uang tunai yang tersedia semakinbesar, sehingga pelunasan hutang pada saatnya tidak mengalami kesulitan. Apabilarasio kas sebesar 100 % berarti Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh kas dan efeksebesar Rp. 1


c. Rasio Modal Kerja Netto dengan Harta kekayaan (Working Capital to Total AssetsRatio).


Rasio ini menunjukkan likuiditas dan total aktiva dan posisi modal kerja netto,Dalam rasio ini diperbandingkan modal kerja netto dengan total aktiva, Rasio inidapat dirumuskan sebagai berikut :

Working Capital to Total Assets Ratio = aktiva lancar-hutang lancar : total aktiva x 100% = ....%


Misalnya jumlah aktiva lancar sebesar Rp. 6,- hutang lancar Rp. 3,- dan total aktivanya sebesar Rp. 9,-

Maka rasio modal kerja netto dengan kekayaan sebesar :

6 – 3

9 x 100 % - 33,3 %

Artinya likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja sebesar 33,3 %.



2.Rasio Aktivitas


Rasio aktivitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modalnya.


Rasio-rasio yang termasuk dalam rasio aktivitas adalah :


a.Rasio perputaran total aktiva (Total Assets Turn Over)

Rasio ini menggambarkan beberapa kali dana yang tertanam keseluruhannyaaktiva berputar dalam satu periode tertentu atau bagaimana kemampuan modalyang ditanamkan dalam seluruh aktiva untuk menghasilkan pendapatanRasio perputaran total aktiva ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Total Assets Turn Over = penjualan netto : Piutang rata-rata = ……kali

Misalnya, perputaran total aktiva 2 kali artinya dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva rata-rata dalam setahun berputar 2 kali atau setiap Rp. 1,- aktiva dalam setahun dapat menghasilkan penjualan Rp. 2,-


b. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turn Over).

Perputaran piutang yangdimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yangerat dengan jumlah penjualan kredit. Jumlah piutang dagang dan kegiatantaksiran waktu pengumpulannya dapat diketahui dengan menghitung tingkatperputaran piutang tersebut yaitu dengan membagi jumlah penjualan kreditdengan piutang rata-rata, atau dengan rumus :

Receivable Turn Over = penjualan kredit : piutang rata-rata = ...kali


Misalnya perputaran piutang 20 kali artinya dalam satu tahun rata-rata dana yang tertanam dalam piutang berputar 20 kali.Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang ditanam dalam piutang rendah.


c. Rasio rata-rata Waktu Penagiahan Piutang (Average Collection Period)

Rasio ini menunjukkan periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkanpiutang, yang dirumuskan sebagai berikut :

Average Collection Period = piutang rata-rata x 360 : penjualan kredit = ...hari

Misalnya rata-rata waktu penagihan piutang 18 hari artinya piutang dikumpulkan rata-rata setiap 18 hari sekali.


d. Rasio perputaran persediaan (Inventory Turn Over)

Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan barang berputarselama satu periode tertentu, tingkat perputaran persediaan ini dihitung dengan membagi harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata, atau dengan rumus :

Inventory Turn Over = harga pokok penjualan : persediaan rata-rata = ... kali


Persediaan rata-rata diperoleh dari menambah persediaan awal dan persediaan akhir kemudian dibagi dua.

Misalnya harga pokok penjualan Rp.50,- persediaan awal Rp.6,- dan persediaan akhir Rp.4,- sehingga rata-rata persediaan = ½ (Rp.6 + Rp.4) = Rp.5,-. Maka rasio perputaran persediaan menjadi : 50/5 = 10 kali.

Artinya selama satu tahun persediaan telah berganti sebanyak 10 kali, dengan katalain dana yang diinvestasikan dalam bentuk persediaan telah berganti sebanyak 10kali.


Dengan demikian tingkat perputaran persediaan yang lebih tinggimenunjukkan suatu keadaan yang baik, karena dana yang diinvestasikan padapersediaan produktivitasnya rendah.


e. Periode Penahanan Persediaan Rata-rata (Average Day’s Inventory)

Periode penahanan persediaan rata-rata yaitu periode menahan persediaan rata-rata atau periode rata-rata persediaan barang berada di gudang, dirumuskan dengan :

Average Day’s Inventory = persediaan rata-rata x 360 : Harga pokok penjualan =……hari


Dari perputaran tersebut dapat dihitung average day’s inventori,yaitu:

5 x 360 hari = 36

10

Artinya setiap persediaan akan berada atau mengendap di gudang selama 36 hari.


f. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turn Over)

Perhitungan perputaran modal kerja yang ditujukan untuk mengukur keefektifan pendayagunaan modal kerja untuk melaksanakan kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan. Rasio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan.


Tingkat perputaran modal kerja dapat dibagi atas 2 (dua) :

1. Perputaran modal kerja netto (net working capital turn ove

= penjualan netto : aktiva lancar -hutang lancar = ...kali

2.Perputaran modal kerja bruto (gross working capital turn over)

= penjualan netto : aktiva lancar = ...kali


Makin tinggi perputaran modal kerja semakin kecil dana yang tertanam dalammodal kerja untuk mencapai penjualan tertentu yang telah ditetapkan.


SUMBER

1.frenkymay.blogspot.com/.../analisis-sumber-dan-penggunaan-modal....

2. y0s3.wordpress.com/.../analisis-sumber-dan-penggunaan-modal-kerj...

3. www.scribd.com/doc/12781420/Analisis-Modal-Kerja