Sabtu, 31 Maret 2012

BREAK EVEN POINT



A.BREAK EVEN POINT


1. Pengertian Break Even Point


Sebelum menguraikan dan menjelaskan tentang biaya-biaya BEP perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian Break Even Ponit ( BEP ) itu sendiri yang ditinjau dari berbagai sudut.


Untuk lebih jelasnya akan di kemukakan mengenai pendapat beberapa ahli dalam mendefinisikan pengertian BEP

1. Dari Segi Keuangan

Menurut Bambang Riyanto ( 1995: 291 ) BEP adalah suatu tehnik analisa untukmempelajari hubungan biaya tetap, biaya variabel, laba dan volume kegiatan penjualan.

Menurut Sutrisno ( 2000 : 216 ) BEP adalah suatu kondisi dimana pada periode tersebut perusahaan tidak mendapat keuntungan dan juga tidak menderita kerugian.


2. Ditinjau dari Segi Kuantitas Produksi

Menurut T. Hani handoko ( 1984 : 307 ) BEP adalah analisa yang digunakan untuk menentukan berapa jumlah produk ( Rupiah atau unit keluaran ) yang dihasilkan agar perusahaan tidak rugi dan tidak untung.


3. Ditinjau dari Segi Biaya

Menurut Mulyadi ( 1984 : 72 ) BEP adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak merugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya, atau apabila marginal income hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.


4. Ditinjau dari Segi Laba

Menurut komarudin ( 1983 : 44 ) BEP adalah volume keseimbangan dimana besarnya penjualan tanpa diderita kerugian atau memperoleh laba dan menutup semua biaya yang telah dikeluarkan.

Break Even Volume = Biaya tetap

Hasil penjualan – biaya variabel

Volume penjualan


Berdasarkan pengertian dari berbagai sudut pandang diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian BEP ( Break Even Point ) adalah Suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan untuk menentukan jumlah produk dalam Rupiah atau unit perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. (penghasilan = total biaya).


2. Manfaat Break Even Point


Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalm mengambil keputusan mengenaihal-hal sebagai berikut:

1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba

2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan

4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengert


3.Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )


1.Break Even Chart


Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan produksi, perpotongan kedua kurva adalah “titik kembali pokok” ( titik yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya ).


2. Break Even Equation


Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :

Penjualan pada titik kembali pokok = FC

1- Pct VC

Keterangan :

FC = biaya tetap

Pct VC = Persentase biaya variabel terhadap penjualan


3.Break Even Function


Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :

FC

S =

( 1 – VC )

Keterangan :

S = Jumlah penjualan

FC = Biaya tetap

VC = Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.


4.Jenis Biaya Berdasarkan Break Even Point.


Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Variabel Cost (biaya Variabel)


Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.


2. Fixed Cost (biaya tetap)


Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.


3. Semi Varibel Cost


Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap untuk range atau volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi.


5.Menentukan Break Even Point (BEP)


Menyusun perhitungan BEP,kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu :


1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali


2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan


3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli


Rumus Analisis Break Even :


BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)

Keterangan :

- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang diproduksi.

- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah barang yng diproduksi.


Contoh 1.

Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.


Contoh 2 :

Pada Kasus CV. Donut Kotak
Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)

Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-





6.Analisis Break Even Point


Analisis BEP dapat memberikan hasil yang memadai, apabila asumsi berikut terpenuhi :


1.Perilaku penerimaan dan pengeluaran dilukiskan dengan akurat dan bersifat sepanjang rentang yang relevan

2.Biaya dapat dipisahkan antara biaya tetap dan biaya variable

3.Efisiensi dan produktivitas tidak berubah

4.Harga jual tidak berubah

5.Biaya- biaya tidak berubah

6.Bauran penjualan akan konstan

7.Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persediaan
awal dan persediaan akhir


Pendekatan dalam mengitung BEP:


1.Pendekatan Persamaan

2.Pendekatan Marjin Kontribusi

3.Pendekatan Grafik


Pendekatan persamaan:


1.Y=cx – bx – a

2.Y = laba

3.c = harga jual per unit

4.x = jumlah produk

5.b = biaya variabel satuan

6.a =biaya tetap total

7.cx = hasil penjualan

8.bx = biaya variabel total

9.X(BEP dalam unit) = a/(c-b)

10.CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 – b/c)


Biaya Tetap Vs Biaya Variabel


Dalam hubungannya dengan volume produksi :

(1)Biaya Variabel

Karakteristik:
_ biaya berubah total sebanding perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan (biaya
satuan konstan)


Contoh dalam perusahan furniture

_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri


Dalam hubungannya dengan volume produksi :
(2)Biaya Tetap
Karakteristik :
_ Totalitas tidak berubah terhadap perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan berbanding terbalik terhadap perubahan volume kegiatan


Contoh dalam perusahan furniture

_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur


Dengan metoda

1. Pendekatan Persamaan
2. Pendekatan Marjin Kontribusi
3. Pendekatan Grafik


Pendekatan Margin Kontribusi


_ Mengurangkan nilai penjualan total (total revenue =TR) dengan biaya variabel total (total Variabel cost = TVC)

_ Mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel per unit guna
menghitung margin kontribusi per unit.

Pada Kasus CV. Donut Kotak

Harga Jual per unit Rp. 5.000

Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)


Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi

_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-


7.Formulasi Break Even Point yang dikembangkan.


Break even point adalah titik dimana perusahaan belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:

BEP -> TR = TC

TR = Total Revenue

TC = Total Cost


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Sales, Cost, Volume, Profit termasuk waktunya, kita coba kembangkan formula sederhana di atas sehingga menjadi lebih flexible dan bisa beradaptasi dengan situasi yang berbeda-beda, yaitu dengan membentuk persamaan linear sederhana seperti dibawah ini:


TR = TC

TR – TC = 0

Karena TR adalah untuk “Total Revenue” maka TR dapat kita turunkan menjadi :

TR = Unit Price x Qty


Sedangkan TC stand for “Total Cost”, yang mana kita semua tahu bahwa dalam Cost Accounting, cost itu ada 2 macamnya, yaitu: “Variable Cost” dan “Fixed Cost”, maka

turunan dari TC adalah:

TC = Variable Cost + Fixed Cost

Dari formula di atas kita turunkan lagi menjadi:

TC = [Qty x Unit Variable Cost] + Fixed Cost

Semua elemen yang ada sudah habis diturunkan, selanjutnya membuat persamaan linear

secara penuh untuk kondisi “Break Even Point”:

TR - TC = 0

[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau

[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost

QTY x [Unit Price – Unit Pariabel Cost ] = Fixed Cost


8.Determinasi Elemen-Elemen Break Even Point


Setelah mempunyai formula, yang elemen-elemenya terdiri: Revenue (R), Quantity (Qty), Unit Price, Variable Cost, Unit Variable Cost, dan Fixed Cost.

Selanjutnya adalah mendeterminasi (menentukan) masing-masing elemen tersebut.


Revenue (R): adalah pendapatan, yang dalam perusahaan manufactur biasanya didominasi oleh Sales, yang mana Sales adalah jumlah terjual (Qty=Quantity) dikalikan dengan unit price product yang akan terjual.


Quantity (Qty): adalah jumlah barang yang akan dijual, yang dalam perusahaan manufactur tentunya diproduksi terlebih dahulu.


Unit Price: adalah harga per unit dari barang yang akan dijual.


Variable Cost: adalah cost yang timbul akibat diproduksinya suatu product (barang), artinya segala yang cost yang terjadi untuk memproduksi suatu barang. Seperti sebutannya “Variable Cost”, akan berubah-ubah mengikuti jumlah product yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah yang diproduksi semakin bedar juga variable cost-nya, begitu juga sebaliknya.

Jika kita lihat pada Laporan Laba rugi nantinya, variable cost akan tergolong ke dalam kelompok “Cost of Good Sales”, yang pada perusahaan manufacur umumnya terdiri dari: Bahan Baku (Raw Material), Bahan Penolong, Cost Tenaga Kerja Langsung (Direct labor Cost) dan Ovear Head Cost yang biasanya terdiri dari penyusutan Gedung Pabrik, Penyusutan Mesin (Machineries) yang menggunakan unit production output, Maintenance, Listrik (electricity), Pengiriman (Delivery & Services), dll.


Unit Variable Cost: adalah besarnya variable cost yang ditimbulkan untuk membuat satu unit produk tertentu, yang besarnya diperoleh dengan cara membagi total variable cost (Variable Cost) dengan jumlah product yang dibuat (qty).


Fixed Cost: adalah cost yang akan terjadi akibat penggunaan sumber daya tertentu yang penggunaannya tanpa dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk yang diproduksi. Dengan kata lain: berapapun jumlah product yang dibuat, fixed cost yang akan dibuat, costnya relative sama, bahkan tidak berproduksi sekalipun cost ini akan tetap terjadi. Seperti sebutannya, fixed cost sifatnya relative stabil, tidak dipengaruhi oleh production output. Adapun jenis-jenis cost yang terjadi biasanya yang ada pada kelompok Biaya Operasional (Operating Expenses: Payroll, Office Supplies), Lease Hold (Hak Sewa), termasuk penyusutan-penyusutan dan amortisasi yang menggunakan metode garis lurus.


• Graphical Approach

Secara grafis titik break even ditentukan oleh persilangan antara garis total revenue dan garis total cost.


9.Keterbatasan Analisis Break Even Point


Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini at dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual dalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan.


Oleh sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even mempunyai limitasi-limitasi tertentu, yaitu:

Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu

Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan

Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu

Sales mix adalah konstan


Berdasarkan limitasi-limitasi tersebut, BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila:

1. Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas atau sebaliknya.


2. Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser BEP keatas atau sebaliknya.


3. Perubahan dalam sales price per unit

Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.


4. Terjadinya perubahan dalam sales mix

Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah.


10.Asumsi-Asumsi Dasar Analisa Break Even Point :


Beberapa asumsi yang berpengaruh dalam analisa break even menurut Mulyadi (1993, p. 259) adalah sebagai berikut :


a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
d. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
e. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
h. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya


11. Kelemahan Analisa Break Even Point.


Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisabreak even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.


1.Asumsi tentang linearity


Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.


2. Klasifikasi biaya


Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.


3 Jangka waktu penggunaan


Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun. Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus dicapai menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi yang bertambah besar juga.


12.Metode Break Event Point :


a. Pendekatan Grafik .Break Event Point terjadi pada titik persilangan antara garis pengahasilan penjualan dan garis total biaya.

b. Metode Trial and Erorr

c. Pendekatan Matematis


13.Faktor-faktor yang mempengaruhi BEP :


Faktor Langsung

1. Biaya Produksi

2. Harga


Faktor Tidak Langsung

1. Jumlah Produksi : Jumlah produksi akan mempengaruhi biaya variable


Kegunaan Analisis Break Even Point


Analisi break even point dapat di gunakan untuk membantu menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan. Adapun kegunaan yang lain adalah:


1. Menetapkan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mngalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.


2.Menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Berarti , tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.


3.Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak kurang dari titik impas atau break even point,tingkat produksi tidak dibawah tingkat impas.


4.Menganalisa perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan pada tingkat produksi tertentu.


5.Memudahkan perusahaan dalam pemberian data pada pihak luar perusahaan mengenai biaya, volume produksi, harga jual dan tingkat penjualan.


6.Sebagai pertimbangan dalammengambil keputusan untuk memproduksi produk baru yang kiranya mampu menghasilkan laba besar.


Jadi, Analisa break even point ini memberikan beberapa kegiatan secara langsung bagi perusahaan dalam operasinya, yaitu :

1.Dasar dalam perencanaan pengembangan perusahaan

2. Alat pengendalian budget

3. Alat perencanaan laba.



B.Margin of Safety


1.Pengertian Margin Of Safety


Margin of Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh volume pejualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi atau dengan kata lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang dianggarkan, yang tidak mengakibatkan kerugian.


Margin of safety dalam hubungannya dengan analisis break even yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.


Formulasinya adalah sebagai berikut:

M/S = (Budget sales – BEP)/ Budget sales


Budget Sales adalah jumlah penjualan yang telah ditargetkan.

1.Alat perencanaan untuk hasilkan laba

2.Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

3.Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan.


Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.


Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :


1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.

2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.

3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.


Menurut Harahap (2004) Dalam analisa laporan keuangan kita dapat menggunakan rumusbreak even point untuk mengetahui :

1. Hubungan antara penjualan biaya dan laba.

2. Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.

3. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.

4. Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.


Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.


Mencari Margin of Safety :


Sales budget/rencana penjualan = 50.000.000

Penjualan per BEP = 37.500.000

= 133,33%

Hal ini berarti bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih dari 133,33% dari penjualan break even point.

33,33% x Rp 37.500.000 = Rp. 12.500.000,-


Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.

Atau bisa juga dihitung :

(sales budget – sales BE)/sales budget

(Rp. 50.000.000 – Rp. 37.500.000)/Rp.50.000.000 = 25%

Artinya penjualan tidak boleh turun lebih dari 25% penjualan yang direncanakan.

25% x Rp. 50.000.000 = Rp. 12.500.000,-

Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.



C.Degree of Leverage ( DOL )


1.Pengertian DOL


Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS, sehingga dapat disimpulkan maksud dari analisis financial leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS. Semakin besar dana yang berasal dari luar yang disertai dengan beban keuangan tetap, maka akan semakin besar pula beban keuangan yang harus dibayar.


Menurut Warsono (2003:217) ada 2 macam biaya keuangan tetap yang dapat ditemukan dalam perusahaan, yaitu :

1.Bunga atas utang, dan

2.Dividen saham preferen.


Kedua biaya tersebut harus tetap dibayar tanpa menghiraukan jumlah EBIT yang tersedia untuk membayarnya.


Leverage operasi

Menurut warsono (2003:213) operating leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan potensial biaya-biaya operasi untuk memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan terhadap laba sebelum bunga dan pajak perusahaan. Berarti, analisis leverage operasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap EBIT.


kas efeknya jumlah tertentu leverage operasi memiliki pada pendapatan perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Operasi memanfaatkan, melibatkan dan menggunakan sebagian besar biaya tetap untuk biaya variabel dalam operasi perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage operasi, angka itu lebih baik tidak stabil EBIT akan relatif terhadap perubahan diberikan dalam penjualan, semua hal lain tetap sama.


Rumusnya adalah sebagai berikut :

DOL = % perubahan EBIT

% perubahan penjualan

Rasio ini berguna karena membantu pengguna dalam menentukan efek yang tingkat tertentu memiliki operating leverage pada potensi pendapatan perusahaan.Resiko ini juga dapat di gunakan untuk membantu perusahaan menentukan tingkat yang paling tepat leverage operasi dalam rangka memaksimalkam EBIT perusahaan.


2.Tingkat DOL (Degree Of Leverage)


Perusahaan yang memiliki derajat yang lebih besar memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari biaya tetap. Dan dengan demikian, mereka cenderung memiliki lebih besar impas poin dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki leverage. Keuntungan memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa volume penjualan suatu perusahaan meningkat melampaui titik impas, marjin yang meningkat. Kerugian dari memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa karena titik impas yang lebih tinggi, yang berarti bahwa perusahaan yang dibutuhkan untuk mencapai volume penjualan yang lebih tinggi untuk mencapai titik impas.


Pada kondisi baik ketika penjualan tinggi, lebih tinggi tingkat leverage yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Pada zaman buruk ketika penjualan tidak baik, perusahaan dapat meminimalkan kerugian dengan memiliki tingkat lebih rendah dari leverage.


3.Masalah Finansial Leverage


Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan meggunakan dana dengan beban tetap, seperti halnya masalah operating leverage baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) .


4.Rasio Leverage.


Rasio leverage ada 2 macam :

1. Rasio utang terhadap ekuitas

Untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan uang yang dipinjam, kita dapat menggunakan beberapa rasio utang (debt ratio) yang berbeda. Rasio utang terhadap ekuitas dapat dihitung dengan membagi total hutang perusahaan (termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham.

Rumus :

Rasio hutang terhadap ekuitas = total hutang : ekuitas pemegang saham


2. Rasio hutang terhadap total aktiva

Rasio hutang terhadap total aktiva didapat dari membagi total hutang dalam perusahaan dengan total aktivanya. Rumus :

Rasio hutang terhadap total aktiva = total hutang : total aktiva

Perhitungan Tingkat Leverage operasi secara aljabar

Tingkat leverage operasi = perubahan presentase laba operasi

perubahan % unit yang terjual

atau pendapatan total


Contoh Soal :

Diketahui

Mesin A Mesin B

Penjualan 2.500.000 2.500.000

Biaya Variabel 2.500.000 2.500.000

Kontribusi Margin 2.000.000 1.500.000

Biaya Tetap 500.000 1.000.000

EBIT 100.000 500.000


1. Berapakah degree of operating leverage (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A?

Jawab :

Degree of Operating Leverage (DOL)

DOL = S-BV = Qx(P-V) Dimana:

S-BV-T Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

Pemecahan:

DOL = S-BV = Qx(P-V)

S-BV-T Qx(P-V)-BT

DOL = 00x(5000-4000) = 1,25

5000x(5000-4000)-100.000


2. Berapakah degree of operating (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin B?

Jawab :

Degree of Operation Leverage (DOL)

DOL = S-BV = Qx(P-V) Dimana:

S-BV-T Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

Pemecahan:

DOL = S-BV = Qx(P-V)

S-BV-T Qx(P-V)-BT

DOL = _500x(5000-3000) = 2

5000x(5000-3000)-500.000


3. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 100.000 dan beban pajak 40%?

Jawab :

Degree of Financial Leverage (DFL) Dimana:

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT Q= jumlah unit produk

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

I= biaya bunga


4. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv.Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 300.000 dan beban pajak 40%?

Jawab :

Degree of Financial Leverage (DFL)

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT Dimana:

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I Q= jumlah unit produk

P= harga jual per unit

V= biaya variabel per unit

T= biaya tetap

I= biaya bunga

Mesin A

Penjualan 2.500.000

Biaya variabel 1.500.000

Kontribusi margin 1.000.000

Biaya tetap 500.000

EBIT 500.000

Biaya bunga 300.000

EBT 200.000

Pajak 40% 80.000

EAT 120.000

Pemecahan:

DFL = EBIT = Qx(P-V)-BT

EBIT-I Qx(P-V)-BT-I

DFL = _500.000 = 2,5

500.000-300.000


KESIMPULAN


Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.

Margi of safety dalam hubungannya dengan analisis break even point yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjuala agar perusahaan tidak menderita kerugian.

Dan Financial Leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS.


SUMBER

1.shelmi.wordpress.com/2009/03/30/break-even-point/

2.organisasi.org/pengertian_definisi_dan_rumus_bep_break_even_point_ilmu_ekonomi_studi_pembangunan

3.andicarissa.wordpress.com/.../break-even-point-bep-sebagai-dasar-.

4. organisasi.org/pengertian_definisi_dan_rumus_bep_break_even_poi...



4 komentar:

  1. Terima kasih atas postingannya.
    Benar-benar bermanfaat...

    BalasHapus
  2. thank buat postingnya, sangat bermanfaat..

    BalasHapus
  3. ass........... mb boleh mntak tlong bantuannya nya ngak buat ngerjain soal akuntansi menejemen

    BalasHapus